ulainya Pemberontakan
Partai  Komunis Indonesia (PKI)  adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam  sejarahnya, PKI  pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial  Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI  Madiun pada tahun 1948 dan dicap oleh rezim Orde Baru ikut mendalangi  pemberontakan G30S pada tahun 1965. Namun tuduhan dalang PKI  dalam pemberontakan tahun 1965 tidak pernah terbukti secara tuntas, dan  masih dipertanyakan seberapa jauh kebenaran tuduhan bahwa pemberontakan  itu didalangi PKI.  Sumber luar memberikan fakta lain bahwa PKI  tahun 1965 tidak terlibat, melainkan didalangi oleh Soeharto (dan CIA).
Hal  ini masih diperdebatkan oleh golongan liberal, mantan anggota PKI  dan beberapa orang yang lolos dari pembantaian anti PKI.  Latar belakang sejarah Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh  sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan nama Indische  Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan Sosial Demokrat  Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85  anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh  Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di  Hindia Belanda.(http://www.marxist.com/Asia/earlyPKI.html) Pada Oktober  1915 ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije  Woord" (Kata yang Merdeka).
Editornya adalah Adolf Baars. Pada  saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada  saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya  itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun  demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti  kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas  dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV.  Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk  partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia. Pada 1917 ISDV  mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Indonesia, "Soeara  Merdika".
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa  Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti di  Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara  tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda.  Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka  telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu  memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di  Indonesia saat itu, dan membentuk dewan soviet. Para penguasa kolonial  menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV  dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin  pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara  hingga 40 tahun. ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara  bergerak di bawah tanah.
Organisasi ini kemudian menerbitkan  sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda  dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat  Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas  warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia. Pada 1919, ISDV hanya  mempunyai 25 orang Belanda di antara anggotanya, dari jumlah keseluruhan  kurang dari 400 orang anggota. Pembentukan Partai Komunis Pada Kongres  ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi  Perserikatan Komunis di Hindia.
Semaun diangkat sebagai ketua  partai. PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian  dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada  kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai  ini sekali lagi diubah, kali ini menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).  Pemberontakan 1926 Pada November 1926 PKI  memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan  Sumatra Barat. PKI  mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan  dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar  13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai,  dikirim ke boven Digul, sebuah kamp tahanan di  Papua.(http://www.independent-bangladesh.com/news/may/20/20052005ed.htm)  Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik  non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan  alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI  dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda.
Karena itu, PKI  kemudian bergerak di bawah tanah. Pada masa awal pelarangan ini, PKI  berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari  pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI  Musso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata  kembali PKI  dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Musso hanya tinggal sebentar di  Indonesia. Kini PKI  bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan  serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI  mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan  organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama kemudian  berada di dalam kontrol PKI.(http://www.marxists.org/indonesia/indones/pkihist.htm)  Setelah kemerdekaan: bangkit kembali Setelah pemerintahan Jepang  menyerah kalah kepada Tentara Sekutu pada 1945, PKI  muncul kembali di panggung politik Indonesia dan ikut serta secara  aktif dalam perjuangan untuk merebut kemerdekaan nasional. Banyak  satuan-satuan bersenjata yang berada di bawah kontrol ataupun pengaruh PKI.
Meskipun  milisi-milisi PKI  memainkan peranan penting dalam perlawanan terhadap Belanda, Soekarno  khawatir bahwa semakin kuatnya pengaruh PKI  akhirnya akan mengancam posisinya. Lain daripada itu, perkembangan PKI  dirasakan sangat mengancam kelompok-kelompok kanan dalam dunia politik  Indonesia, maupun Amerika Serikat. Peristiwa Madiun 1948 Pada Februari  1948 PKI dan unsur-unsur kiri dari Partai Sosialis Indonesia membentuk  sebuah front bersama, yaitu Front Demokratis Rakjat. Front ini tidak  bertahan lama, namun unsur-unsur kiri PSI kemudian bergabung dengan PKI.  Pada saat ini milisi-milisi Pesindo berada di bawah kontrol PKI. Pada  11 Agustus 1948 Musso kembali ke Jakarta setelah mengembara selama 12  tahun di Uni Soviet.
Politk biro PKI  dibentuk kembali, dengan pemimpinnya antara lain Dipa Nusantara Aidit,  M.H. Lukman dan Njoto. Setelah penandatanganan Perjanjian Renville  (1948), banyak satuan-satuan bersenjata republiken yang kembali dari  daerah-daerah konflik. Hal ini memberikan rasa percaya diri di kalangan  kelompok sayap kanan Indonesia bahwa mereka akan mampu menandingi PKI  secara militer. Satuan-satuan gerilya dan milisi yang berada di bawah  pengaruh PKI diperintahkan untuk membubarkan diri.
Di Madiun,  sekelompok militer yang dipengaruhi PKI  yang menolak perintah perlucutan senjata tersebut dibunuh pada bulan  September tahun yang sama. Pembunuhan ini menimbulkan pemberontakan  bersenjata. Hal ini menimbulkan alasan untuk menekan PKI.  Sumber-sumber militer menyatakan bahwa PKI telah memproklamasikan  pembentukan “Republik Soviet Indonesia” pada 18 September 1948 dengan  Musso sebagai presidennya dan Amir Sjarifuddin sebagai perdana  menterinya.
Pada saat yang sama PKI menyatakan menolak  pemberontakan itu dan menyerukan agar masyarakat tetap tenang.  Pemberontakan ini ditindas oleh pasukan-pasukan republik, dan PKI  kembali mengalami masa penindasan. Pada 30 September Madiun berhasil  dikuasai oleh pasukan-pasukan Republik dari Divisi Siliwangi.  Beribu-ribu kader partai dibunuh dan 36.000 orang dipenjarakan.
Di  antara mereka yang dibunuh termasuk Musso yang dibunuh pada 31 Oktober  dengan alasan bahwa ia berusaha melarikan diri dari penjara. Amir  Sjarifuddin, tokoh Partai Sosialis Indonesia, pun dibunuh pada peristiwa  berdarah ini. Aidit dan Lukman mengungsi ke Republik Rakyat Tiongkok.  Namun PKI tidak dilarang dan terus berfungsi. Pada 1949 partai ini mulai  dibangun kembali. Bangkit kembali Pada 1950, PKI  m
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar